Minggu, 06 Juli 2014

RAJA SISINGAMANGARAJA XII


LAHIR DAN MENJADI RAJA

Patuan Bosar Ompu Pulo Batu Sinambela, lahir pada tahun 1849 di Bakkara,sebuah kota kecil di tepi Danau Toba belahan selatan, Tapanuli - Sumatera Bagian Utara.

Ompu Pulo Batu diangkat menjadi raja pada tahun 1867, menggantikan ayah andanya Ompu Sohahuan Sinambela dengan gelar Raja Sisingamangaraja ke XI. Ompu Pulo Batu sendiri, setelah dilantik menjadi raja, kemudian menggunakan gelar Raja Sisingamangaraja XII, seperti apa yang telah dilakukan para pendahulunya.

KRISTEN DAN KOLONIAL BELANDA

Pada saat beliau memimpin Tanah Batak, disaat itu pula kegiatan zending (penyebaran agama Kristen) sedang giat-giatnya berlangsung di seluruh Tapanuli. Adalah Pendeta Nommensen (Ludwig Ingwer Nommensen) dan rekan-rekannya, yang mempunyai jasa sangat besar, sehingga kekristenan sungguh tumbuh dan berkembang di Tapanuli.

Bukan hanya zending yang masuk ke Tapanuli pada masa pemerintahan Raja Sisingamangaraja XII, Kolonial Belanda juga masuk pada saat yang sama, dan mendirikan Pos Militer di Bahal Batu tak jauh dari Kota Tarutung.

PERANG TERBUKA DI BAHAL BATU

Untuk mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi atas kehadiran Kolonial Belanda, Raja Sisingamangaraja kemudian mengumpulkan seluruh orang-orang terdekatnya, termasuk raja-raja wilayah seperti Humbang, Pakpak (Dairi), Toba, Samosir dan wilayah lainnya.

Setelah mendapatkan dukungan dan kesepakatan dari seluruh raja-raja wilayah, maka pada tanggal 19 Pebruari 1878 Raja Sisingamangaraja XII dibantu pasukan dari seluruh wilayah, melancarkan serangan terhadap Pos Militer Kolonial Belanda di Bahal Batu.

Tetapi kekuatan militer dan kelengkapan yang dimiliki Kolonial Belanda jauh lebih tangguh, sehingga perlawanan yang dilakukan Raja Sisingamangaraja XII mengalami kekalahan besar. Banyaknya anggota pasukan Raja Sisingamangaraja XII yang gugur, memaksa beliau harus mundur.

PERANG GERILYA

Walau harus mundur dari pertempuran di Bahal Batu, Raja Sisingamangaraja XII dan pasukannya terus melakukan perlawanan dengan cara bergerilya, dari wilayah atau kota yang belum ditaklukkan Kolonial Belanda. 

Hal itu beliau lakukan, mengingat persenjataan yang dimiliki pasukan Kolonial Belanda jauh lebih baik, jika dibandingkan dengan persenjataan yang dimiliki pasukan Raja Sisingamangaraja XII sendiri.

PERANG TERBUKA DI BALIGE

Pertempuran yang melibatkan antara pasukan Raja Sisingamangaraja XII dan pasukan Kolonial Belanda terjadi untuk yang kedua kali di Kota Balige. Pada pertempuran ini, Raja Sisingamangaraja XII tertembak namun tidak sampai membuat nyawa beliau berada dalam bahaya.

Peluru yang melesat dari senjata pasukan Kolonial Belanda, mengenai lengan bagian atas Sang Raja sehingga beliau selamat dari maut. Tetapi dibalik keselamatan Raja Sisingamangaraja XII, beliau harus melerakan kehilangan kudanya, karena pada pertempuran kedua itu, kuda putihnya "Si Hapas Pili", mati tertembak.

MENGUNGSI KE HUTAN PAKPAK DAIRI

Dengan situasi yang membuat semakin sulit pasca kematian kuda putihnya, Raja Sisingamangaraja XII kemudian melakukan gerilya dengan berjalan kaki dan berpindah-pindah, sampai akhirnya pada tahun 1889 pasukan Kolonial Belanda menyerang dengan tiba-tiba saat diketahui Raja Sisingamangaraja XII sedang berada di Lintongnihuta. 

Mendapat serangan secara tiba-tiba dari pasukan Kolonial Belanda dengan pasukan bersenjata yang jauh lebih modern, Raja Sisingamangaraja XII dan pasukannya akhirnya terdesak, lalu menyingkir ke wilayah Pakpak (Dairi).

GERILYA DARI HUTAN PAKPAK DAIRI

Dalam pengungsiannya di hutan Pakpak (Dairi), lebih kurang dua puluh (20) tahun Raja Sisingamangaraja XII tidak melakukan perlawanan terhadap Kolonial Belanda secara terbuka. 

Tetapi beliau tidak berhenti melakukan perlawanan, hanya saja bentuk perlawanan yang beliau lakukan dirubah, dengan melakukan kunjungan kepada raja-raja wilayah hingga ke Aceh, agar hubungan antara beliau dan raja-raja di wilayah tetap terjalin.

Kunjungan itu sekaligus memotivasi para raja di wilayah, untuk tetap semangat dan tidak tunduk kepada penjajah Kolonial Belanda, sehingga perlawanan terhadap Kolonial Belanda terus terjadi di seluruh wilayah Tapanuli.

TAWARAN MENJADI SULATAN BATAK

Menyadari perlawanan para raja di wilayah tidak terlepas dari pengaruh Raja Sisingamangaraja XII, maka penjajah Kolonial Belanda segera melakukan upaya diplomasi, dengan membuat penawaran kepada Raja Sisingamangaraja XII, dengan mengangkat beliau menjadi Sultan Batak , asal Raja Sisingamangaraja XII mau tunduk kepada Pemerintah Kolonial Belanda.

Selain itu, Raja Sisingamangaraja XII juga akan mendapatkan berbagai hak istimewa, dengan balasan Raja Sisingamangaraja XII dan pengikutnya menghentikan segala bentuk perlawanan terhadap Kolonial Belanda, namun Raja Sisingamangaraja XII menolak semua bentuk tawaran itu.

Menanggapi penolakan yang dilakukan Raja Sisingamangaraja XII, Kolonial Belanda kemudian memutuskan untuk menangkap Raja Sisingamangaraja XII baik dalam keadaan hidup maupun dalam keadaan mati. 

PERANG TERBUKA DI SI ONOM HUDON

Setelah melakukan penyisiran selama lebih kurang tiga tahun, kemudian Kolonial Belanda menemukan markas Raja Sisingamangaraja XII di hutan belantara Pakpak (Dairi).

Lalu Komandan Pasukan Kolonial Belanda menyusun strategi untuk melakukan penangkapan, dan kemudian mengepung markas Raja Sisingamangaraja XII di Si Onom Hudon, sehingga pertempuran dalam jarak yang sangat dekatpun tak terhindarkan lagi.

Dalam peperangan itu, Komandan Pasukan Tentara Kolonial Belanda meminta Raja Sisingamangaraja XII untuk menyerahkan diri, dan jika hal itu dituruti maka tawaran untuk menobatkan Raja Sisingamangaraja XII menjadi Sultan Batak masih berlaku.

Namun Raja Sisingamangaraja XII menolak dengan tegas tawaran yang diajukan pihak Kolonial Belanda dan lebih memilih mati daripada menyerah, karena tidak ada alasan baginya untuk tunduk dan takluk kepada penjajah.

GUGUR SEBAGAI KESATRIA

Tak ayal lagi, pertempuran sengitpun akhirnya terjadi, Pasukan Raja Sisingamangaraja XII tercerai berai, korbanpun berjatuhan dan Raja Sisingamangaraja XII gugur dalam pertempuran itu.

Turut gugur bersama Raja Sisingamangaraja XII pada pertempuran sengit di Sionom Hudon tanggal 17 Juni 1907 dua putranya (Patuan Nagari putra sulung dan Patuan Anggi adiknya), serta Lopian putri Raja Sisingamangaraja XII satu-satunya yang masih berusia 17 tahun, yang menghembuskan nafas terakhir dipangkuan Raja Sisingamangaraja XII.

Kemudian juga permaisuri Raja Sisingamangaraja XII boru Situmorang, kakanda raja Ompu Parlopuk Sinambela. Lebih tragis lagi, cucu beliau  yang bernama Pulo Batu Sinambela juga gugur bersama Raja Sisingamangaraja XII dalam peperangan sengit itu, cucu yang beliau harapkan kelak melanjutkan perjuangan.

TEMPAT PEMAKAMAN

Raja Sisingamangaraja XII wafat di kaki Gunung Sitapongan Sionom Hudon pada tanggal 17 Juni 1907, semula beliau dimakamkan di Tarutung, tetapi karena beberapa alasan, kemudian dipindah ke Soposurung, Balige.


SALAM GEMILANG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar